
“Merajut Kebersamaan dalam Sajian Budaya Sambas”
Sebuah Kabupaten yang terletak di ujung Kalimantan Barat, ialah Kabupaten Sambas. Kabupaten yang masih mempertahankan tradisi-tradisi leluhur. Sebuah tradisi Bernama “Besaprah” tidak ada kursi, tidak ada meja, hanya tikar yang di gelar. Tempat Masyarakat duduk bersila, berhadap-hadapan dalam suatu baris memanjang yang berisikan 6 orang. Tradisi ini bukan hanya sekedar makan bersama tetapi simbol kebersamaan juga cerminan dari kearifan lokal yang telah mengakar sejak masa kesultanan Sambas.
Kegiatan Besaprah terdiri dari masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial duduk sejajar tanpa sekat status. Nilai-nilai toleransi untuk saling menghargai, juga terdapat nilai seni yang mengakar secara abadi, tidak hanya diajarkan tetapi benar dipraktikkan.
Lauk pauk yang disajikan bukan hanya sekedar makanan, tetapi memiliki simbol untuk Masyarakat hidup dalam kedamaian. Setiap acara adat, pernikahan, pong tawar, sya’banan selalu di awali dengan doa-doa baik lalu disusul dengan penyajian lauk pauk khas sebagai bentuk doa seperti nasi yang melambangkan kesucian dan keikhlasan, ayam masak merah yang melambangkan keteguhan iman dan lambang kemenangan, sambal kentang melambangkan alam yang membumi, rendah hati, dan tidak sombong, telur melambangkan awal kehidupan baru dan kesuburan, ayam masak putih yang melambangkan kesucian dan kebersihan hati, air sappang melambangkan keberanian, semangat, kekuatan, dan cinta terhadap alam.
Semua hidangan tersebut di masak secara gotong royong oleh warga. Kegiatan besaprah ini membentuk karakter yang bertanggung jawab dan semangat kerja sama antar warga. Keindahan seni juga terlihat dari bentuk penyajian makanan atau yang kerap disebut “Besurrong” . Dalam kegiatan Besurrong terdapat seni keindahan dalam pakaian Penyurrong yang memakai baju khas Sambas dan juga seni etika yang dapat dilihat dari tata cara Penyurrong menyajikan makanan.
Penyurrong terdiri dari 5 orang yang masing-masing memiliki tugas. Penyurrong pertama barisan paling depan yang bertugas mengatur meletakkan sajian dan perangkatnya di atas hamparan tikar. Penyurrong kedua bertugas membawa piring atau baskom saprahan yang berisi nasi. Penyurrong ketiga bertugas membawa baki atau nampan yang berisi lauk pauk. Penyurrong empat bertugas membawa pinggan atau piring nasi. Penyurrong lima bertugas membawa baki atau nampan yang berisi cawan atau gelas air minum.
Di tengah tantangan yang kian modern, budaya Besaprah tetap bertahan dan bahkan mulai di ajarkan kepada pelajar-pelajar di Kabupaten Sambas. Beberapa sekolah di sambas seperti SMA Negeri 2 Sambas mulai menerapkan nilai-nilai besaprah dalam kegiatan Pendidikan berkarakter untuk siswa.
“ Besaprah menonjolkan karakter yang toleransi, religius dan peduli sosial dan lingkungan dan dalam membentuk bakat seni siswa itu ada kreatifitas siswa dalam hal penyusunan penyajian” Ujar Ibu Wiwik Prastiyowati selaku Guru Mulok SMA Negeri 2 Sambas.
Besaprah menjadi wadah untuk anak-anak dalam membentuk karakter. Ketika anak-anak duduk Bersama orang dewasa, mereka tidak hanya belajar etika dalam proses makan bersama tetapi juga mempelajari nilai-nilai kearifan lokal yang membentuk jati diri mereka sebagai generasi muda Sambas yang berkarakter. Besaprah ini tidak hanya merajut kebersamaan, tetapi juga menjadi simbol yang memperkaya kearifan lokal Sambas dan memperkuat identitas budaya Sambas.
Di Zaman sekarang ini, Besaprah menjadi pengingat bahwa Budaya bukan untuk di kenang, tetapi untuk di lestarikan dan di wariskan. Makan Bersama bukan hanya sekedar kenyang tetapi kebersamaan, persatuan, toleransi.